Pengusaha Bordir Tasikmalaya Cari Terobosan

Pengusaha Bordir Tasikmalaya berusaha mencari terobosan dengan melakukan effesiensi untuk meningkatkan daya saing produk bordir yang dipasarkan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta dan lainnya. Langkah itu, sebagai bagian Bordir Tasikmalaya untuk menghadapi masuknya pasar bordir asal Cina yang diperkirakan akan semakin deras, menyusul dibukanya berpadagangan pasar bordir di kawasan ASEAN-Cina yang berlaku mulai Januari 2010.
"Selain itu, kita berusaha melakukan fokus untuk pengembangan ke produk mukena dengan sistem pembuatannnya menggunakan komputerisasi. Cara itu, ternyata belum ditiru oleh Cina dan bisa menekan biaya produksi, sehingga memiliki daya saing," kata H. Asep Ridwan, Ketua Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya, (Bapebta) kepada "PRLM", Senin (4/1).

Menurut Asep Ridwan, jumlah pengusaha bordir yang tergabung dalam Gapebta lebih dari 850 orang. Selama ini, memasarkan produknya sebagian besar ke Pasar Tanah Abang, Jakarta. Dalam tiga tahun terakhir mereka merasakan bordir Cina sudah menekan pengusaha Tasikmalaya, terutama di pakaian wanita dan baju koko. Pakaian Cina itu, kata Asep, murah sekali, sehingga mempengaruhi penjualan produk bordir Tasikmalaya.
"Setelah kita kaji bersama, ternyata Cina ini menekan di pakaian, sedang untuk produk mukena, kita masih bisa bersaing. Makanya, kita sekarang berusaha mengembangkan mukena dengan sistem komputerisasi," katanya.
Masuknya sistem kompterisasi untuk produk mukena, katanya, dirasakan biaya produksi menjadi murah dan bisa bersaing dengan Cina. "Sekarang sudah lebih dari 30 persen produk bordir mukena sudah pakai komputerisasi. Proses tersebut akan semakin besar, karena melihat cara itu lebih murah," katanya.
Ketika ditanya, apakah komputerisasi akhirnya menggeser banyak tenaga kerja manual, dijawab ada pengurangan tetapi tidak besar. "Karena ada juga beberapa pekerjaan, seperti sambungan mukena memerluakan tenaga manual atau mesin juki," katanya.
Para pengusaha bordir sendiri terus berusaha melakukan kajian, dalam menghadapi pasar bebas ASEAN-Cina. Kajian itu, terutama melakukan evaluasi setiap bulan, atau dengan kemunculan produk Cina. Pengusaha Tasikmalaya tidak ingin mereka hancur, ketika Cina masuk.(A-97/A-50)***
dikutip dari HU Pikiran Rakya

KORAN ONLINE

ANTARA News - Berita Terkini